PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap. Proses belajar dimulai sejak ' manusia masih bayi sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian tentang kapasitas manusia untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada manusia mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu teori belajar yang terkernal adalah teori belajar behavioristik (seiring diterjemahkan secara bebas sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.
Timbulnya paham Behaviorisme atau teori tingkah laku disebabkan adanya kekurangan pada paham-paham sebelumnya seperti “strukturalisme” dan “Fungsionalisme”, akibat yang paling parah dialami oleh paham strukturaliesme adalah mengabaikan arah yang ditempuh oleh para ahli psikologi yang mengutamakan penerapan yang salah satunya dengan menolak konsep evolusi. Kaum fungsionalisme yang membela pendapatnya bahwa psikologi hanya meliputi studi tingkah laku, fungsi proses mental dan hubungan antara pikiran-badan dan tidak termasuk digunakan dalam dunia pembelajaran serta tidak mampu menyusun metoda penelitian yang tepat batasannya dan pokok kajiannya, sehingga membuat kedua paham ini berakhir, sehingga muncul paham baru yaitu, Behaviorisme.
Dalam dunia pendidikan begitu banyak teori tingkah laku diantaranya yang sangat dikenal adalah teori “Classical Conditioning” dari Ivan Pavlov, “Connectionism: dari E. L. Thorndike, “Hypothetic Deductive” dari Clark L. Hull dan “Operant Conditioning” dari BF. Skinner.
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori belajar Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov?
2. Bagaimanakah penerapan teori Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov di dalam kelas?
C.Tujuan dan Manfaat penyusunan makalah
1. Untuk mengetahui teori belajar Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov.
2. Untuk mengetahui penerapan teori belajar Classical Conditioning menuru Pavlov di dalam kelas.
PEMBAHASAN
1 .Bagaimana teori belajar Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov?
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Ivan Pavlov meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep meupun istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M. yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Adapun jalan eksperimen tentang refleks berkondisi yang dilakukan Pavlov adalah sebagai berikut: Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Anjing itu diikat dan dioperasi pada bagian rahangnya sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap air liur yang keluar dapat ditampung dan diukur jumlahnya. Pavlov kemudian menekan sebuah tombol dan keluarlah semangkuk makanan di hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur yang dapat terlihat jelas pada alat pengukur. Makanan yang keluar disebut sebagai perangsang tak berkondisi (unconditioned stimulus) dan air lliur yang keluar setelah anjiing melihat makanan disebut refleks tak berkondisi (unconditioned reflex), karena setiap anjing akan melakukan refleks yang sama (mengeluarkan air liur) kalau melihat rangsang yang sama pula (makanan). Kemudian dalam percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makanan. Dengan demikian anjing akan mendengar bel dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di depannya. Percobaan ini dilakukan berkali-kali dan selama itu keluarnya air liur diamati terus. Mula-mula air liur hanya keluar setelah anjing melihat makanan (refleks tak berkondisi), tetapi lama-kelamaan air liur sudah keluar pada waktu anjing baru mendengar bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut sebagai refleks berkondisi (conditioned reflects, karena refleks itu merupakan hasil latihan yang terus-menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya. Bunyi bel jadinya rangsang berkondisi (conditioned reflects). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada suatu waktu keluarnya air liur setelah anjing mendengar bunyi bel akan tetap terjadi walaupun tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu. Dengan perkataan lain, refleks berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi. Pada tingkat yang lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama-kelamaan air liur sudah keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya.
Demikianlah satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi dipertahankan. Tentu saja tidak adanya rangsang tak berkondisi hanya bisa dilakukan sampai pada taraf tertentu, karena terlalu lama tidak adarangsang tak berkondisi, binatang percobaan itu tidak akan mendapat imbalan (reward) atas refleks yang sudah dilakukannya dan karena itu refleks itu makin lama akan semakin menghilang dan terjadilah ekstinksi atau proses penghapusan reflex (extinction).
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan Amerika Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di sampingFreud.
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
1. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
2. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
3. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
4. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan.
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur.
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
2. Bagaimanakah penerapan teori Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov di dalam kelas
Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa lebih tertarik pada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh , tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatianya terutama pada guru, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungan. Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
Sebagai contoh untuk menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh Pavlov.
Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang konkret atau yang non konkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Adapun contoh aplikasi teori belajar behaviorisme menurut Pavlov adalah pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
Pada awal masuk kelas, guru memberikan kenyamanan pada siswa sehingga siswa merasa aman untuk melanjutkan pembelajaran. Sebagai pembukaan guru dapat bertanya kepada siswa tetang kabar mereka, keluarga, hewan peliharaan/hal pribadi dalam hidup mereka dan apakah siswa sudah siap untuk belajar.Dalam pembukaan pembelajaran guru memberikan motivasi, untuk memberikan stimulus guru dapat memberikan makanan kecil pada siswa apabila siswa dapat menjawab pertanyaan (respon).Hal ini untuk
membangkitkan semangat siswa untuk menjawab pertanyaan. Dengan demikian bila stimulus ini terjadi terue- menerus akan menjadikan siswa menjadi aktif dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran guru hendaknya menjadikan lingkungan belajar yang nyaman dan hangat, sehingga kelas menjadi satu kesatuan (saling berhubungan) dengan emosi positf (adanya hubungan persahabatan/kekerabatan) Guru berusaha agar siswa merespek satu sama lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada diskusi kelas guru merangsang siswa untuk berpendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan.
Pada pembelajaran dalam tanya jawab, guru berusaha membuat siswa berada dalam situasi yang nyaman dengan memberikan hasil (positf outcome – masukan positif). Misalnya, jika siswa diam/tidak aktif, maka guru bisa memulai dengan pertanyaan ”apa pendapatmu tentang masalah ini”, atau bagaimana kamu membandingkan dua contoh ini”. Dengan kata lain, guru memberi pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk berpendapat. Namun jika dengan cara inipun siswa tidak sanggup/ segan untuk merespon, maka tugas guru untuk membimbing/ memacu sampai siswa memberi jawaban yang dapat diterima.
PENUTUP
Simpulan
Teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru.
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Saran
Pengertian dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, pendidik dapat mengembangkan pembelajaran di dalam kelas.